Bersama Yesus Aku Lewati Lembah Kekelaman |
Bersama Yesus Aku Lewati Lembah Kekelaman Posted: 09 Feb 2015 01:09 AM PST Saya menikah tahun 1993 dengan kondisi awal, saya sebagai tulang punggung. Suami saya bekerja sebagai penagih di toko yang gajinya hanya Rp 300.000 (karena lulusan SMA dan tidak punya keterampilan). Anak pertama lahir tahun 1994, anak kedua lahir tahun 2000. Saya ingin menceritakan masa kelam dari tahun Juni 2007 (saya anggap selama tahun 1993-2007 walaupun merupakan masa kelam tetap anugerah Tuhan yang luar biasa). Ujian Hidup Terberat Tepatnya 20 Juni 2007 saya dapat telepon dari gereja kalau suami tidak sadar, langsung saya berangkat dari kantor ke gereja dan saya putuskan ke RS HCOS (sekarang RS Premier) dan pukulan telak saat suami divonis stroke, pendarahan di bagian kepala kanan, dan kemudian koma hari itu juga. Pada hari ketiga dokter menyatakan darah sudah menyebar ke kepala bagian kiri dan batang otak, jadi harus dioperasi, diberi selang untuk mengeluarkan pendarahannya. Saat itu saya ditemani oleh pria yang kasihan pada saya (dia dalam proses cerai) hanya untuk doa malam dan dia belikan saya makanan dan minuman selama di RS (saya jaga sore sampai pagi, tidur di bangku depan ICU takut kalau suster jaga panggil untuk tanda tangan dll, paginya langsung mengantar anak-anak sekolah menggunakan motor berboncengan bertiga, kemudian ke kantor). Rasa lelah dan remuk luar biasa selama 2 bulan, karena saya tidak ada anggota keluarga di Surabaya, saudara juga tidak ada. Belum lagi ditambah dengan tagihan dari RS yang datang setiap 2-3 hari. Awal malapetaka datang, mantan istrinya cerita ke mertu saya dan kakak iparku. Akhirnya mereka juga menyudutkan saya. Juga tidak ada biaya sepeserpun mereka keluarkan. Suami berada 1,5 bulan di ICU dan 2 minggu di ruang isolasi karena terkena pendarahan di batang otak sehingga otomatis suhu tubuh mengikuti suhu ruangan. Selain masalah biaya yang melangit, suami dalam kondisi koma, ditambah tekanan dari ibu mertua dan kakak ipar, membuat saya mau pergi dari rumah 2 kali dan mau bunuh diri. Saat mau bunuh diri saya posisi di dalam mobil yang akan saya terjunkan di sungai Nginden (saat itu waktu menunjukkan pukul 11 malam). Teman saya mencegah dan akhirnya saya menyerah. Badai Belum Berlalu Dua bulan kemudian (20 Agustus 2007) saya bahwa pulang karena memang sudah hutang banyak dan tidak ada sisa uang sama sekali. Saya pinjam uang kekurangan untuk keluar RS pada kakak ipar walau dalam kondisi kurang harmonis sebesar Rp 75 juta dan ditransfer ke rekening suami. Bayangkan, mana saya bisa mengambil uang 75 juta karena itu bukan rekening saya, lewat ATM pun perlu 2-3 hari karena kartu saya hanya silver card. Saya di BCA sampai minta tolong ke pejabatnya, menjelaskan tapi tetap tidak bisa, sampai akhirnya saya menangis di BCA. Saya tidak pusing saat semua orang melihat saya seperti orang gila. Akhirnya saya minta tolong mama saya pinjam ke pabrik dimana mama saya kerja dan saya janji membayar 3 hari. Pasca Rumah Sakit Saya bawa dia pulang dalam posisi lumpuh kiri, tapi tidak bisa duduk, bicara dan berdiri. Saya kerja keras untuk membiaya terapi yang waktu itu hampir Rp 5 juta per bulan termasuk obat-obatan herbal, belum lagi biaya hidup dan uang sekolah anak-anak. Tuhan mendengar tangis saya setiap hari dan saat malam waktu anak-anak tertidur. Puji Tuhan karena suami diberi kesempatan pulih walau tidak sempurna. Keluarga suami sama sekali tidak membantu keuangan, keluarga saya pun tidak bisa membantu karena memang kami dari keluarga kurang mampu sejak saya kecil. Hingga suamiku bisa duduk, pakai kursi roda (dipinjami teman), hingga akhirnya Desember 2007 belajar berjalan. Affair dan perselingkuhan terjadi karena tekanan kondisi ekonomi dan psikis yang luar biasa dalam hidup saya (berjalan selama 4 bulan). Saat Januari sudah cukup bisa berjalan walaupun tidak sempurna, kakak ipar meminta rumah saya di Pondok Chandra yang statusnya belum lunas hutang sebagai pengganti uang Rp 75 juta untuk biaya RS. Dia ambil alih. Saya relakan rumah itu walau belum sempat menempati. Ujian Terbesar Kedua Hingga akhirnya Tahun 2011 saya pindah rumah kontrakan. Badai datang pada tahun 2011, suamiku kecelakaan ditabrak motor (dia naik sepeda dijalan raya, walau sudah saya peringatkan). Tabungan habis lagi. Biaya RS hampir Rp 90 juta (ditanggung asuransi Rp 70 juta). Disaat kesusahan ternyata saya harus menerima kenyataan ditipu teman Rp 35 juta. Habis semua tidak tersisa. Beberapa kali mertua dan kakak ipar datang, walau jarang, 2 bulan sekali. Mereka datang mengirim makanan. Saya merasa kepahitan selama 2007-2011 pada mertua dan kakak ipar saya ulang-ulang di depan suamiku. Saya katakan saya tidak bisa memaafkan mereka seumur hidup saya. Tapi setelah kepindahan di rumah kontrak berjalan 1 tahun, saya belajar mencoba untuk mengampuni mereka setelah didoakan pendeta untuk pemulihan luka batin. Tuhan memelihara saya dengan luar biasa, walau kadang saya hanya bisa makan nasi dan kecap. Pada Januari tahun 2012, masalah di kantor mulai memuncak hingga saya harus turun jabatan. Masalah ekonomi membuat saya harus merelakan mobil saya jual dalam kondisi masih belum lunas dengan hanya menerima Rp 5 juta. Sampai kalau saya tidak ingat keluarga saya, mungkin saya sudah menghabisi musuh saya di kantor karena mereka membuat saya sengsara. Habis total uang tabungan. Pernah di rekening hanya ada Rp 350.000. Apa saya bisa menghidupi keluarga saya dengan biaya segitu? Pada Titik Kelam Kembali Masa-masa kelam saya lewati dengan penuh kepedihan, sebagai tulang punggung keluarga dengan gaji yang tidak mencukupi hingga akhirnya saya masuk dalam kejahatan pemalsuan data karena ajakan teman. Ancaman hukuman ada di depan mata. Saya hanya bisa meratapi kebodohan saya. Ditambah affair dan perselingkuhan karena dampak aksi kejahatan tersebut. Semua berantakan hingga saya merasa sudah tidak ingin hidup lagi. Saya sudah bosan dengan kehidupan saya yang buruk dan menjijikkan. Saya juga tidak mampu membiayai kehidupan keluarga saya. Semua perhiasan sudah saya gadaikan (kecuali cincin kawin), tapi bulan ini memang rencana mau saya gadaikan daripada tidak bisa menghidupi keluarga. Titik Balik Oktober 2014 saya pindah rumah karena masa kontrak sudah habis. Saya memulainya dengan kondisi yang terpuruk tidak punya apa-apa. Mulai bulan Desember 2014 anak saya tidak bisa melanjutkan kuliah karena uang kuliah tidak bisa terbayar (walau saat semester 1 dan 2 mendapat beasiswa, saat ini semester 3). Dia akhirnya bekerja disana untuk kehidupannya sendiri. Kondisi kehidupan dengan masalah ekonomi yang luar biasa berat membuat saya kadang ingin bercerai, tapi saya sadar itu dosa, karena saya sudah ucapkan janji perkawinan, mau meninggalkan dia tapi itu akan menjadi hukum karma buat saya dan anak-anak. Mau bekerja menjadi wanita panggilan di Bali pun sempat terpikir untuk menyelesaikan masalah ekonomi keluarga, tapi saya takut dosa dan akan jadi kutuk serta karma anak-anak saya. Mau bunuh diri juga dosa dan tidak menyelesaikan masalah. Kasihan anak saya yang masih SMP, hingga pernah saya beritahu info pin ATM, tempat cincin kawin, seandainya saya meninggal di suatu hari nanti. Saya percaya janji Tuhan yang luar biasa hingga saya bisa melewati lembah kekelaman dari tahun 2007 hingga saat ini. Saya berusaha bangkit dari keterpurukan, bertobat dengan dosa-dosa saya, serta berharap Tuhan masih mau mengampuni dosa-dosa saya yang menjijikkan. Saat ini pun saya masi selalu mengalami rasa sakit dikhianati, rasa luka disakiti, rasa tidak memiliki harapan apapun di dunia ini, dan ini menyebabkan beberapa kali keinginan bunuh diri kembali hadir. Saya sudah tidak ingin bertahan di dunia ini, Yesus. Saya hanya berharap Yesus memberi saya kesempatan pada akhir sisa hidup saya untuk melatih anak saya yang masih SMP bisa mandiri. Semoga Tuhan masih mau memberi saya kesempatan hidup yang lebih baik karena saya tahu saya tidak pantas menerima anugerah-Nya karena dosa-dosa saya. Salam, M Bersama Yesus Aku Lewati Lembah Kekelaman is a post from: Renungan Harian Kristen |
Posted: 08 Feb 2015 04:00 PM PST Seorang anak merasa lega dan senang karena sang ayah akhirnya datang ke sekolah untuk melunasi uang pembayaran study tour. Ya, hari itu adalah hari terakhir pembayaran biaya study tour sebesar Rp 127.000 untuk murid-murid kelas 2 SLTP. Dan bagi ayah anak tersebut, uang tersebut tergolong nominal yang cukup besar. Anak itu tidak berpikir dari mana ayahnya berhasil mendapat uang. Dalam hatinya dia hanya yakin bahwa ayahnya pasti datang dan membawa uang yang dia butuhkan. Baginya sekarang, ia bisa mengikuti kegiatan tersebut. Bukankah Allah selalu bersama dengan umat-Nya yang senantiasa berharap pada-Nya? Seberapa besar keyakinan kita akan kuasa-Nya yang begitu dahsyat? Terkadang kita merasa bahwa Allah hanya diam saja tatkala kita sedang menghadapi pelbagai persoalan hidup. Tetapi sesungguhnya, Allah adalah Pribadi yang aktif dan terus bergerak di dalam kehidupan kita untuk menyempurnakan rencana-Nya yang begitu indah. Tidak ada iman yang salah. Milikilah iman yang teguh dan biarkan Allah bekerja. Pilihan ada di tangan kita. Pencobaan yang kita alami adalah pencobaan yang biasa dan tidak melebihi kekuatan kita. Sebab Allah yang setia akan memberikan jalan keluar sehingga kita dapat menanggungnya. Nantikan karya-Nya yang begitu ajaib dan semuanya akan indah pada waktu Tuhan. Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya. 1 Korintus 10:13 Renungan oleh Natanael JK 127.000 is a post from: Renungan Harian Kristen |
You are subscribed to email updates from Renungan Harian Kristen To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 1600 Amphitheatre Parkway, Mountain View, CA 94043, United States |
@