Menjadi Anak Bukanlah Jaminan |
Posted: 30 Jul 2015 04:00 PM PDT Menyandang status sebagai "Anak" (Anak Allah) tentulah membuat kita sebagai orang Kristen sangat bangga. Tak sedikit juga yang bahagia dan gembira dengan kedudukan tersebut. Hingga akhirnya pernah timbul suatu pernyataan atau satu pandangan bahwa kedudukan sebagai "Anak" adalah jaminan untuk memperoleh keselamatan. Apakah benar demikian? Sekali anak tetaplah anak. Itu memang benar. Namun dengan status sebagai anak apakah kehidupan kita sebagai orang percaya akan mulus tanpa rintangan? Apakah dengan status anak kita akan selalu berjalan dalam koridor Allah. Sejenak mari kita tengok kisah tentang bangsa Israel saat Allah memanggil keluar dari tanah Mesir. Allah memanggil bangsa Israel dengan sebutan anak (Hosea 11:1, Matius 2:15). Namun pada kenyataannya bangsa Israel tidak langsung masuk ke dalam tanah kanaan yang telah dijanjikan. Dibutuhkan waktu kurang lebih 40 tahun untuk masuk ke dalam tanah perjanjian. Selama masa itulah bangsa Israel berulang kali hidup berpaling dari Allah. Status anak yang disandang bangsa Israel tak menjamin untuk mereka memperoleh jalan tol masuk ke dalam Kanaan. Pada masa perjanjian baru, Yesus memberikan perumpamaan tentang "Anak Yang Hilang". Dengan status sebagai anak, justru si bungsu pergi "meninggalkan" bapanya yang mana di rumah bapa penuh dengan kelimpahan. Menjadi anak tidak menjamin kita tidak akan terhilang. Ini adalah salah point penting dari perumpamaan ini. Lantas apakah dengan status anak, semuanya akan sia-sia dan tak berarti? Tentu saja tidaklah demikian. Yang kita perlu lakukan bukan hanya bangga dengan status kita sebaga anak, melainkan juga hidup seturut dengan kehendak Allah Bapa dan melakukan setiap ketetapan-Nya (Matius 7:21). Percayalah dengan berjalan di jalur yang Allah berikan, kita tidak akan pernah menjadi anaknya yang terhilang. Jadi hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan. Dan janganlah mengira, bahwa kamu dapat berkata dalam hatimu: Abraham adalah bapa kami! Karena aku berkata kepadamu: Allah dapat menjadikan anak-anak bagi Abraham dari batu-batu ini! Matius 3:8-9 Renungan oleh Natanael JK |
Posted: 29 Jul 2015 04:00 PM PDT Suatu ketika seorang raja hendak mengadakan pesta yang besar. Ia menyuruh para pegawainya untuk mengundang seluruh rakyat agar mereka bisa hadir di pesta itu. Hingga saat hari pelaksanaan pesta itu raja merasa bahagia karena semuanya berjalan sesuai dengan keinginannya. Namun di tengah acara pesta, raja menjumpai seorang tamu undangan yang membuatnya kecewa. Ia datang ke pesta itu dengan tidak mengenakan pakaian pesta. Akhirnya sang rajapun menyuruh pengawal untuk mengusir orang itu karena sang raja merasa bahwa orang itu tidak menghargai pesta yang diadakannya. Tuhan Yesus telah mengorbankan diri-Nya untuk menebus dan menyelamatkan kita dari dosa. Dia telah melaksanakan kehendak Allah Bapa. Sudah seharusnya kita menghargai pengorbanan Kristus dengan menjadikan hidup kita berarti dan berkenan di hadapan-Nya (Matius 5:20). Setiap perbuatan yang benar dan seturut dengan kehendak Allah. Kekristenan bukan sekedar identitas atau agama. Menjadi orang Kristen yang percaya kepada Yesus seharusnya disertai dengan kehidupan rohani yang bertumbuh dan bukan hidup yang biasa-biasa saja. Menyambut undangan Allah Bapa di dalam Yesus Kristus secara pribadi dan lebih intim. Dengan jubah kebenaran yang telah disediakan Allah di dalam kasih karunia-Nya (Yesaya 61:10). Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku : Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga Matius 7:21 Renungan oleh Natanael JK |
Posted: 28 Jul 2015 04:00 PM PDT Pada saat Paulus dan kawan-kawannya hendak berlayar ke Perga di Pamfilia, salah seorang temannya yang bernama Yohanes yang juga disebut Markus meninggalkan mereka. Markus melakukan itu dan kembali ke Yerusalem (Kisah Para Rasul 13:13). Memang tidak ada penjelasan detail tentang kepergian Markus, namun hal itu dianggap Paulus sebagai bentuk tindakan yang semestinya tidak harus dilakukan. Karena dari awal mereka telah sepakat untuk memberitakan kabar keselamatan pada semua orang. Tetapi Markus tidak mau turut bekerja bersama-sama dengan mereka (Kisah Para Rasul 15:38). Hingga akhirnya Markus berubah dan berbaikan dengan Paulus. Kita bisa menemukan kembali Yohanes Markus kembali melayani bersama Paulus (Kolose 4:10). Bahkan Paulus menganggap pelayanan Markus sangatlah penting baginya, karena semuanya itu untuk Tuhan (2 Timotius 4:11). Kita mungkin mempunyai masa lalu yang kelam. Rasa bersalah akan terus menghantui kemana kita melangkah. Kita tidak akan pernah bisa menghapus masa lalu, namun kita dapat belajar darinya. Apapun yang kita kerjakan saat ini untuk melayani pekerjaan Tuhan, sekecil apapun itu, jangan pernah "minder" (tidak layak). Jangan pernah membiarkan iblis menggunakan masa lalu kita untuk meninggalkan pelayanan yang sudah Allah berikan pada kita. Kegagalan masa lalu tidaklah akhir dari segalanya, saat kita memulai lagi bersama dengan Allah. Apa yang kita kerjakan bagi Tuhan, jerih payah kita tidak akan pernah sia-sia. Kemana aku dapat pergi menjauhi Roh-Mu, kemana aku dapat lari dari hadapan-Mu? Selidikilah aku ya Allah dan kenallah hatiku, ujilah aku dan kenallah pikiran-pikiranku, lihatlah apakah jalanku serong, dan tuntunlah aku di jalan yang kekal! Mazmur 139:7,23,24 Renungan oleh Natanael JK |
Posted: 27 Jul 2015 04:00 PM PDT Jika tiba-tiba kita dihadapkan pada suatu kata "Bait Suci", tentu kita akan berpikir bahwa itu adalah sebuah rumah ibadah. Bait Suci atau sering juga di sebut "Bait Allah" mengacu pada sebuah bangunan untuk beribadah kepada Allah. Hingga masa di mana orang-orang Israel kembali dari pembuangan, bertahun-tahun setelahnya mereka tidak mengindahkan peringatan untuk memperhatikan Bait Suci. Bait Suci tetap menjadi reruntuhan akibat invansi bangsa asing ke Israel. Bangsa Israel terlalu sibuk dengan segala urusannya sendiri. Tidak ada semangat untuk membangun kembali Bait Allah yang telah rusak. Keadaan inilah yang membuat bangsa itu menjadi miskin, panen mereka gagal dan mengalami penderitaan yang besar (Hagai 1:6). Dalam keadaan demikian Allah berfirman melalui nabi Hagai untuk mengingatkan mereka akan kesalahan mereka yaitu bahwa selama ini selalu mendahulukan kepentingan pribadi dibanding mengutamakan Allah (Hagai 1:9). Saat ini peringatan Allah masih terus berlaku. Namun tidak lagi semata-mata tertuju kepada bangunan fisik saja (gereja) atau bahwa kita telah menjadi percaya dengan menyebut diri kita orang Kristen. Lebih dari itu Allah rindu dan ingin bangunan rohani (kehidupan iman) kita sudah berdiri dengan megah. Tak ada lagi reruntuhan di sana-sini yang belum dibereskan (Yesaya 59:2). Allah menghendaki kita untuk lebih lagi bangkit (pribadi) dan bekerja (pelayanan) untuk memperindah bangunan rohani sehingga DIA yang setia dan adil berkenan hadir dalam hidup kita. Perlu untuk kita ingat bahwa sikap yang mencari aman dengan mengabaikan kemuliaan dan kehendak Allah, mundur dari pelayanan bahkan hanya fokus pada kebutuhan pribadinya sendiri adalah salah satu ciri orang yang kehilangan tujuan iman. Mereka tak lagi peka bahkan menjadi tuli untuk bisa mendengar suara Tuhan bahkan menjadi buta terhadap teguran-Nya. Sebab itu mari dengan segenap hati mengutamakan kehendak Allah, maka semuanya akan ditambah-tambahkan dalam hidup kita (Matius 6:33). Kamu mengharapkan banyak, tetapi hasilnya sedikit dan ketika kamu membawanya kerumah, Aku menghembuskannya. Oleh karena apa? Demikianlah firman Tuhan semesta alam. Oleh karena rumah-Ku yang tetap menjadi reruntuhan, sedang kamu masing-masing sibuk dengan urusan rumahnya sendiri Hagai 1:9 Renungan oleh Natanael JK |
Posted: 26 Jul 2015 04:00 PM PDT Saat itu ada seorang pemuda yang setiap harinya menyapu jalanan. Untuk bisa mendapatkan sebungkus nasi, ia harus melakukan pekerjaannya dua kali lebih lama. Melihat hal itu, ada seorang tua yang merasa iba dan memberikan sebuah apel setiap harinya kepada pemuda tersebut. Setelah beberapa tahun, seorang tua tersebut kedatangan seorang tamu dengan beberapa keranjang apel. Ia adalah seorang pemuda yang dulunya selalu diberi apel oleh orang tua itu. Setiap biji apel ia tanam dan kini telah memilki perkebunan apel. Betapa terkejutnya orang tua tersebut ketika ia mendapatkan sebagian dari kebun apel itu. Sebutir apel yang ia berikan kepada orang lain , telah berbalik menjadi berkat pada masa depannya. Sebuah kebaikan kecil yang kita tabur saat ini, akan menjadi berkat besar bagi kehidupan kita ke depannya. Masihkah kita ragu untuk berbuat baik? Berbuat baik itu tidak akan pernah memikirkan tentang kerugian. Untuk bisa melakukan perbuatan baik, maka diperlukan modal untuk bisa mengasihi. Jangan pernah berharap untuk mendapatkan balasan dari orang lain. Sekalipun orang lain tidak membalas perbuatan baik kita, namun Tuhan melihat-Nya dan Dia yang akan membalaskan-Nya kepada kita. Ketahuilah, aku mendapat perintah untuk memberkati, dan apabila Dia memberkati, maka aku tidak dapat membalikkannya. Bilangan 23:20 |
You are subscribed to email updates from Renungan Harian Kristen. To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 1600 Amphitheatre Parkway, Mountain View, CA 94043, United States |
@